Thursday 14 January 2010

EDGAR & Dunianya : Pembalut Raksasa


Udah dua minggu ini Semarang diguyur hujan terus. Cuaca begini sebenernya kayak 2 sisi mata uang buat Edgar. Sisi pertama karena udara jadi adem (FYI : suhu di Semarang bisa 38°C di hari biasa) dan Edgar adalah mahluk-buntelan-kapuk yang paling gampang keringetan, makanya dia seneng banget ama cuacanya. Tapi di sisi lain, kalo lagi hujan kayak gini, bisa jadi PR banget buat Edgar. Dia jadi harus kerja keras banting tulang menguras tenaga hingga bercucuran keringat dan air mata (agak lebay sih) buat bersihin kamar kosannya yang mendadak jadi kolam gara-garanya adalah langit-langit kosan Edgar itu nggak pake pembalut alias bocor. Udah dari dua minggu yang lalu juga Edgar ngelaporin masalah ini ke Ibu Kosan (yang tidak mau disebut namanya), induk semang kosan Edgar dan sampai sekarang pun masih aja belum ada tindak lanjut dari si empu nya kosan. Alasannya bisa macem-macem mulai dari dia (Ibu Kosan) lagi sibuk arisan lah, keluarganya (Ibu Kosan) lagi ada yang dateng dari luar kota, superman sekarang hobi makan singkong lah (cari sendiri ya korelasinya) dan seribu pangkat sejuta alasan lainnya.

Makanya Edgar udah “begah” banget dan ngebuletin tekad dan perut (yang ini sih udah jelas), kalo sampe 3 hari ini belum juga ada itikad baik Ibu Kosan, dia bakal ngaduin kasus ini ke KPK alias Komisi Pemberantasan Kebocoran (ya nggak segitunya lah), maksudnya dia bakal pindah kosan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.

Tapi masih ada tanda tanya besar di otak Edgar. Nggak segampang itu juga dia bisa pindah kosan, nggak segampang kalo lo harus cebok pake kaki kanan (salut gw sama lo). Terlalu banyak pertimbangan juga buat Edgar harus angkat pantat dari situ. Pertama, susah banget nyari kosan yang murahnya gila-gilaan kayak kosannya sekarang disaat harga-harga semakin meningkat akibat naiknya harga minyak dunia (hallaaaaah….). Kedua, kosan dia sekarang bisa dibilang cukup strategis, karena dia bisa dapet sinyal wi-fi gratis dari rumah borjuis yang ada di sebelah kosannya plus di depan kosannya sekarang itu ada kosan cewek yang anak-anaknya itu suka lupa diri cuma andukkan doang keluar kamar pas mereka kelar mandi (gimana nggak bikin Edgar “ngaceng” tiap hari coba). Dan terakhir, Ibu Kosan itu masih bisa dibilang sodara jauh sama nyokapnya Edgar. Emang sih aslinya nggak ada hubungan darah antara Ibu Kosan sama nyokapnya Edgar, mereka itu cuma sahabatan aja dari SMP makanya udah sama-sama nganggep sodara satu sama lain. Dan kalo Edgar bilang ke nyokapnya kalo dia mau cabut dari kosan itu, udah pasti nyokapnya bakal ngelarang abis-abisan. Mau Edgar nyoba cabut nggak bilang-bilang pun, pasti nyokapnya bakal tau juga karena mulut Ibu Kosan bisa dibilang bawel plus bocor banget, bahkan Edgar yang notebene-nya seorang radio announcer pun kalah bawel sama Ibu Kosannya sendiri.

Edgar terus muter otak, dia coba mikir sambil kayang, hand-stand, roll depan plus makan linggis buat nemu cara keluar dari problematika yang melilit hidupnya sekarang (bahasanya berat amat ya). Hmmm..gimana ya akhirnya Edgar bisa cabut dari kosan itu atau minimal kamar kosan dia nggak bocor lagi? Apa perlu pembalut raksasa biar nggak bocor lagi? Kalo emang iya, pembalutnya yang wing atau non-wing ya?

Wednesday 13 January 2010

Supporter #yangmudayangkreatif


“Berikan aku 1000 orang tua,
niscaya akan kucabut semeru dari akarnya,
...
Berikan aku 1 pemuda,
niscaya akan kuguncangkan dunia”

(Ir. Soekarno)

Gimana Rasanya Jadi : ANAK POLISI


Lo pada kebayang nggak sih jadi anak dari seorang polisi?

Kalau di keluarga gw sih (sejauh ini) emang nggak ada yang jadi polisi. Tapi gw kadang penasaran gimana ya jadi anaknya polisi.

Kenapa gw ngomong kayak gini, karena polisi itu (menurut gw) adalah salah satu orang/pekerjaan yang sering kita hujat. Stigma kita pasti udah jelek duluan sama mereka.

Kalau lagi di jalan dan nggak sengaja lo lagi liat polisi lagi nilang orang, apa yang ada di pikiran lo? Pasti nggak jauh-jauh dari tema besar "duit". Mungkin pikiran lo antara lain "Pasti polisinya lagi nyari duit tuh!", "Disogok berapa ya polisinya?" atau hal-hal jelek lainnya. Tapi pernah nggak lo mikirin soal "Kenapa orang itu sampai di tilang?". Pasti ada reason nya lah.

Dan kebayang nggak lo, kalau misalnya polisi itu adalah bokap atau nyokap lo. Gimana rasanya kalau bokap atau nyokap lo (yang kebetulan polisi) dikata-katain sama orang lain. Panas banget pasti hati lo dan pengen nampol nggak sih rasanya ke orang yang ngatain orang tua lo itu.

Orang yang rela panas-panasan atau kehujanan di tepian jalan. Itu pun masih aja ada yang ngatain. "Ah polisi nya nggak becus nih! Tetep aja macet". Orang yang pas dimana orang-orang pada sibuk mudik, dia malah sibuk di jalan. Orang lain pada libur, dia malah aja jaga.

Pasti keluarga nya di rumah juga pengen ngerasain mudik. Pasti orang di rumah juga pengen ngerasain liburan sama dia. Tapi atas nama kewajiban/tugas, hal itu harus dikesampingkan terlebih dahulu.

Disini gw cuma pengen ngerasain jauh lebih dalem aja, gimana ya rasanya jadi anak dari seorang polisi yang sering banget "diomongin" sama orang?

Friday 8 January 2010

#yangmudayangkreatif : YORIS SEBASTIAN


Ini dia postingan pertama gw soal #yangmudayangkreatif



"Unlimit The Movement of Your Young Creative"

----------------------------------------------

Thanks to :

Wulan Rahmadhita (announcer) & Andi Sinarcerah (creative-production)

Thursday 7 January 2010

DEATH & REBIRTH (terjemahan : Mati Aja Ribet!)


Dan hari itu akhirnya dateng juga.

Apa yang ada di kepala gw dan kepala temen-temen gw, akhirnya menjadi kenyataan. Apa yang pernah dibicarakan di "meja-biru" beberapa waktu yang lalu, mau-ga-mau, suka-ga-suka, harus kita eksekusi juga. Atas nama "perubahan" lah, kenapa "langkah" ini kita ambil.

Mungkin banyak juga yang nanyain diluar sana, soal apa yang terjadi saat ini. "Ada apa?" "Kok kayak gini?" "Kenapa sih?". Tapi kita tetap harus bungkam, sama halnya kita bungkam sama hal (atau pekerjaan) yang kita senangi ini.

Emang sih gw dan juga yang lain belum terlalu fasih bertutur kata, belum terlalu apik merangkai kalimat, dan kawan-kawannya, tapi inilah konsekuensi. Mulut harus sementara dipinggirkan dari panca indera yang lain. Biarkan mulut ini beristirahat dan mempersilahkan mata-telinga-hidung-tangan berkreasi dan bermain terlebih dahulu. Mereka akan menjadi pengamat bahkan menjadi peneliti. Dan nantinya, mereka itu yang akan memberitahukan dan mengajarkan bagaiman mulut sebaiknya melakukan tugasnya. So nice (from so good).

Tiga bulan bukan waktu yang lama buat orang-orang yang punya segudang aktivitas lain diluar tempat ini. Dan tiga bulan (bisa jadi) waktu yang lama buat orang-orang yang fakir akan aktivitas. Sebenernya tinggal pilih aja sih, terserah masing-masing. Mau membusuk atau justru merasuk kedunia yang lain.

Karena gw adalah orang yang berhamba terhadap kreativitas. Langkah ini (semoga) nggak akan berhenti sampai sini. Kreativitas itu harus tetap menyala, walau cuma sekecil nyala korek api. Masalahnya cuma gimana cara kita mindahin medianya aja. Kalau selama ini kita ber-onani kreativitas di media yang kita jalanin, sekarang tinggal cari media lain aja. Simple!

Kalau lo emang punya pangkat "kreatif" di badan lo, lo harusnya nggak bakal berhenti sampe disini doang!!

Dan tidak menutup kemungkinan terhadap kemunafikkan, kalau nanti di tengah jalan, gw atau (mungkin) temen-temen gw , bakal menyesali langkah yang udah diambil. Karena langkah ini di mulai di hari yang dianggap suci dan membawa berkah buat kaum Muhammad SAW, yaitu jumat. Agak irasional sih, tapi gw percaya akan kebenaran langkah ini akan menghasilkan "sesuatu" yang baik nantinya. Amien.

Sinar terang itu ada di ujung Maret sana, cuma masalahnya warna dari sinar itu apa?